Capung
termasuk ke dalam kelas Insekta, dimana tubuh memiliki kerangka luar dan
dibedakan atas kepala, dada, serta perut yang terpisah atau bergabung menjadi
satu. Kepala pada dasarnya tersusun atas 6 segmen berfusi. Keenam segmen
tersebut tidak tampak lagi pada hewan dewasa, tetapi pada saat embrio teramati.
Bukti adanya keenam segmen pada saat dewasa yaitu adanya 6 apendik yang
meliputi preoral, antenna, interkalari, mandibula, maksila dan labial.
Pada kedua sisi kepala terdapat mata majemuk. Mata majemuk dilindungi oleh cornea, dimana terbagi menjadi sejumlah besar potongan berbentuk segi enam yang disebut sebagai facet. Setiap facet merupakan ujung terluar dari suatu unit yang disebut ommatidium. Selain mata majemuk, capung juga memiliki mata ocellus (Yusuf Kastawi, 2005:235-236). Dengan mata ini, capung mampu melihat ke segala arah dan dengan mudah dapat mencari mangsa atau meloloskan diri dari musuhnya, bahkan dapat mendeteksi gerakan yang jauhnya lebih dari 10 meter dari tempatnya berada.
Penglihatan capung sama mengesankannya dengan kemampuannya
menunjukkan maneuver mendadak pada kecepatan tinggi. Mata capung diakui sebagai
contoh terbaik di antara semua serangga. Capung memiliki sepasang mata, tiap
matanya memiliki sekitar 30 ribu lensa berbeda. Dua mata nyaris bulat,
masing-masing hampir separuh ukuran kepalanya, memberi serangga ini wilayah
pandang yang sangat luas. Karena mata-mata ini, capung hampir selalu dapat
mengetahui keadaan di belakangnya.
Capung memiliki
eksoskeleton yang berfungsi melindungi organ-organ dalam. Eksoskeleton berupa
kutikula yang terdiri atas zat khitin dan terbagi menjadi segmen-segmen. Antara
segmen yang satu dengan lainnya terdapat sutura yaitu bagian yang lunak, dan
berfungsi untuk memudahkan pergerakan abdomen, sayap, kaki, antena, dan
lain-lain. Khitin dibangun oleh
unit-unit monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang tersusun linear dengan
ikatan β(1,4) glikosidik. Rantai khitin antara satu dengan yang lainnya
berasosiasi dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat antara gugus NH dari satu
rantai dan gugus C=O dari rantai yang berdekatan. Ikatan hidrogen menyebabkan
khitin tidak dapat larut dalam air dan membentuk formasi serabut (fibril).
Berdasarkan pola penyusunan rantai polimernya, khitin
fibril dibedakan menjadi tiga jenis yaitu α-khitin, β-khitin dan γ-khitin. Pada
α-khitin rantai-rantai polimer yang berdekatan tersusun secara antiparalel.
Bentuk ini banyak ditemukan pada jamur dan arthropoda. Jenis β-khitin mempunyai
rantai polimer yang tersusun paralel, sedangkan γ-khitin fibrilnya
masing-masing tersusun dari tiga rantai, dua rantainya tersusun paralel dan
rantai ketiga antiparalel. Khitin
berbentuk padat, amorf, tidak berwarna, tidak larut dalam air, asam encer,
alkohol dan semua pelarut organik lainnya, tetapi khitin dapat larut dalam
fluoroalkohol dan asam mineral pekat. Khitin merupakan polisakarida kedua terbanyak di alam
setelah selulosa dan di alam setiap tahunnya dihasilkan sekitar 108 ton khitin.
sumber:
Hadi,
Mochamad., dkk. 2009. Biologi Insekta
Entomologi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Subyanto,
A. Sulthoni, S.S. Siwi. 1993. Kunci
determinasi Serangga. Yogyakarta: Kanisius.
Susanti,
Shanti. 1998. Mengenal Capung. Bogor:
Puslitbang Biologi LIPI.
Posting Komentar